JAKARTA--Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menyatakan lembaganya akan ikut mendalami kasus penganiayaan guru yang dilakukan oleh muridnya di Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur. Kepolisian setempat sudah menetapkan siswa berinisial HI sebagai tersangka dengan atas dugaan membunuh guru seni rupa SMA Negeri I Torjun Ahmad Budi Cahyono yang terjadi, Kamis (1/2). "Kami menyampaikan keprihatinan dengan kasus ini. Tentu KPAI akan mendalami kasus ini," ujar Susanto, Sabtu (3/2).
Susanto menyatakan perlu melihat motif dari penganiayaan yang terjadi. Jika penganiayaan ini murni atas inisiatif anak sendiri maka hal ini tidak bisa dibenarkan apapun alasannya. Baca juga : Begini Sikap Tegas FSGI Soal Siswa Pukul Guru Hingga Meninggal
Susanto menambahkan jika HI masih berusia di bawah umur maka penegakan hukum terhadapnya harus mengacu pada Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPA). Berdasarkan UU SPA, anak di bawah umur merupakan anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun "Kita lihat nanti fakta-fakta hukumnya, ya. Kalau masih usia anak tentu menggunakan acuan UU sistem peradilan pidana anak," ujar dia.
Beberapa aturan dalam UU SPA, yakni setiap anak dalam proses pidana berhak diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya, dipisahkan dari orang dewasa, tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup, serta tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat.
UU SPA juga mengamanatkan anak yang menghadapi proses pidana harus tetap memperoleh pendidikan, dan pelayananan kesehatan. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Saiful Rachman menjamin HI tidak akan dikeluarkan dari sekolah.
Bahkan, jika nanti proses hukum berjalan dan yang bersangkutan ditahan, HI masih bisa mengikuti UNBK dan USBN. “Stasusnya tetap siswa dan tetap punya hak untuk mengikuti ujian, baik itu ujian nasional UNBK maupun USBN," kata Saiful, Jumat (2/2). (ROL, 3/3)
Susanto menyatakan perlu melihat motif dari penganiayaan yang terjadi. Jika penganiayaan ini murni atas inisiatif anak sendiri maka hal ini tidak bisa dibenarkan apapun alasannya. Baca juga : Begini Sikap Tegas FSGI Soal Siswa Pukul Guru Hingga Meninggal
Susanto menambahkan jika HI masih berusia di bawah umur maka penegakan hukum terhadapnya harus mengacu pada Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPA). Berdasarkan UU SPA, anak di bawah umur merupakan anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun "Kita lihat nanti fakta-fakta hukumnya, ya. Kalau masih usia anak tentu menggunakan acuan UU sistem peradilan pidana anak," ujar dia.
Beberapa aturan dalam UU SPA, yakni setiap anak dalam proses pidana berhak diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya, dipisahkan dari orang dewasa, tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup, serta tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat.
UU SPA juga mengamanatkan anak yang menghadapi proses pidana harus tetap memperoleh pendidikan, dan pelayananan kesehatan. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Saiful Rachman menjamin HI tidak akan dikeluarkan dari sekolah.
Bahkan, jika nanti proses hukum berjalan dan yang bersangkutan ditahan, HI masih bisa mengikuti UNBK dan USBN. “Stasusnya tetap siswa dan tetap punya hak untuk mengikuti ujian, baik itu ujian nasional UNBK maupun USBN," kata Saiful, Jumat (2/2). (ROL, 3/3)
![]() |
Konfrensi Pers |