INFO GURU--Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) mengritisi adanya Rancangan Permendikbud tentang Asosiasi Guru
Mata Pelajaran (AGMP). Dalam draf Permendikbud itu dinyatakan hanya satu
satu organisasi guru yang bernama AGMP.
Menurut Ketum PB PGRI Unifah Rosyidi, hal tersebut bertentangan dengan UU Guru dan Dosen, pasal 41 ayat 1, guru membentuk organisasi yang bersifat independen.
Unifah juga memertanyakan, pembentukan AGMP difasilitasi oleh menteri yang menangani pendidikan, gubernur, bupati/wali kota.
Lagi-lagi ini bertentangan dengan UU Guru dan Dosen, pasal 41 ayat 5 yang menyebutkan pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru. Artinya, kata dapat pada ayat tersebut bersifat alternatif, sehingga pemerintah bisa juga memfasilitasi organisasi guru selain AGMP.
Draf AGMP yang juga dinilai janggal adalah ekuivalensi pengurus sebagai tugas tambahan mendapatkan pengurangan kewajiban jam mengajar. Artinya bukan hanya AGMP yang diberikan penghargaan, tapi ekuivalen semua guru yang dapat tugas tambahan pada organisasi/asosiasi guru lainnya juga memperoleh hal sama.
Hal aneh lainnya adalah memersatukan semua guru di semua jenis, jenjang, dan satuan pendidikan dalam satu wadah untuk meningkatkan pengabdian dan peran serta di dalam pendidikan.
Menurut Unifah, ini bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28E (ayat 3) serta UU Guru dan Dosen pasal 41 ayat 1.
"Menganaisa isi draf Permendikbud tentang AGMP, kami meminta agar segera dihentikan karena banyak ketidaksesuaian dengan UU dan terlalu dipaksakan. Apabila hal ini masih dilanjurkan, PGRI akan menempuh jalur hukum. Biarkan masalah guru mata pelajaran PGRI yang tangani karena organisasi merupakan organisasi guru pertama di Indonesia," pungkasnya.
Menurut Ketum PB PGRI Unifah Rosyidi, hal tersebut bertentangan dengan UU Guru dan Dosen, pasal 41 ayat 1, guru membentuk organisasi yang bersifat independen.
Baca juga : Aturan Baru Bagi Guru PNS, Wajib Mengajar di Daerah Khusus Minimal 10 TahunArtinya pembentukan organisasi/asosiasi merupakan hak guru dalam komunitasnya tanpa campur tangan dari pihak di luar guru. "Drat AGMP juga menyatakan guru wajib menjadi anggota AGMP. Ini jelas bertentangan dengan UU Guru dan Dosen, di mana guru wajib menjadi anggota organisasi profesi. Artinya guru boleh memilih organisasi sesuai keinginan dan hati nuraninya," bebernya.
Unifah juga memertanyakan, pembentukan AGMP difasilitasi oleh menteri yang menangani pendidikan, gubernur, bupati/wali kota.
Lagi-lagi ini bertentangan dengan UU Guru dan Dosen, pasal 41 ayat 5 yang menyebutkan pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru. Artinya, kata dapat pada ayat tersebut bersifat alternatif, sehingga pemerintah bisa juga memfasilitasi organisasi guru selain AGMP.
Draf AGMP yang juga dinilai janggal adalah ekuivalensi pengurus sebagai tugas tambahan mendapatkan pengurangan kewajiban jam mengajar. Artinya bukan hanya AGMP yang diberikan penghargaan, tapi ekuivalen semua guru yang dapat tugas tambahan pada organisasi/asosiasi guru lainnya juga memperoleh hal sama.
Hal aneh lainnya adalah memersatukan semua guru di semua jenis, jenjang, dan satuan pendidikan dalam satu wadah untuk meningkatkan pengabdian dan peran serta di dalam pendidikan.
Menurut Unifah, ini bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28E (ayat 3) serta UU Guru dan Dosen pasal 41 ayat 1.
"Menganaisa isi draf Permendikbud tentang AGMP, kami meminta agar segera dihentikan karena banyak ketidaksesuaian dengan UU dan terlalu dipaksakan. Apabila hal ini masih dilanjurkan, PGRI akan menempuh jalur hukum. Biarkan masalah guru mata pelajaran PGRI yang tangani karena organisasi merupakan organisasi guru pertama di Indonesia," pungkasnya.
Sumber : JPNN.COM
![]() |
Presiden Jokowi Bertemu Pengurus PGRI |